Kinerja Pasar Saham Indonesia terus menurun dalam bulan Agustus, karena tekanan akibat jatuhnya harga komoditas dan Pertumbuhan global yang melambat berperan lebih besar daripada positifnya prospek inflasi membaik dan juga pertumbuhan ekonomi domestik yang kuat. Dalam bulan Agustus, IHSG turun sebesar 6% sampai dengan akhir bulan menjadi 2165, LQ45 turun 6,6% dan Jakarta Islamic Index yang berisi mayoritas saham perusahaan sumber daya alam, turun 8,2%. Dalam bulan ini, kinerja IHSG berada di atas kinerja pasar regional, namun masih di bawah kinerja pasar global, dengan Indeks MSCI Asia Pasifik dan MSCI World Index turun sebesar masing-masing 7,2% dan 2,4%. Setelah penurunan bulan ini, IHSG sudah turun sebesar 21,1% tahun ini, dibandingkan dengan penurunan 28% untuk indeks MSCI Asia pasifik dan penurunan 16,6% untuk MSCI World Index. Masalah krisis kredit yang terus berlanjut di Amerika Serikat, bersama dengan melambatnya perekonomian negara-negara maju, tidak mendukung pasar saham dan komoditas yang mayoritas berasal dari perusahaan sumber daya alam, seperti di Indonesia. Harga minyak sudah mengalami penurunan sebesar 20% dari USD 145 per barel, dan sekarang naik hanya sebesar 20% tahun ini. Walaupun jatuhnya harga komoditas dan harga minyak memberi dampak positif secara keseluruhan untuk Indonesia, namun hal tersebut menyebabkan pasar saham Indonesia berada di dalam tekanan jual yang intens, Hal ini menyebabkan sektor-sektor yang berorientasi domestik pada pasar saham untuk menunjukkan kinerja yang bervariasi dari adanya keuntungan tipis sampai penurunan sedikit dalam bulan ini. Namun kinerja yang bagus tersebut tidak cukup besar untuk dapat menahan persentase penurunan yang lebih besar dari sektor sumber daya alam di pasar saham, yang berbobot lebih dari 30% dari IHSG.
Sementara indikator-indikator pertumbuhan ekonomi di Indonesia tetap kuat, perekonomian global sudah mulai melambat, dengan angka pertumbuhan GDP di Eropa dan Jepang yang negatif pada kuartal ke dua, meskipun Amerika Serikat tetap positif. Walaupun demikian, perekonomian Amerika Serikat memiliki banyak masalah yang harus diperhitungkan, misalnya masalah pada sektor finansial dan jatuhnya harga perumahan. Ini mengakibatkan kondisi kredit akan semakin ketat, dan dengan demikian akan menurunkan tingkat hutang. Hasilnya adalah lingkungan yang tidak kondusif untuk meningkatnya harga-harga saham.
Perekonomian Indonesia terus menunjukkan pertumbuhan yang kuat. GDP kuartal ke 2 tumbuh sebesar 6,3% dari tahun lalu (sama dengan pertumbuhan pada kuartal pertama), dan 2,3% dari kuartal pertama. Penjualan semen domestik pada bulan Juli tumbuh sebesar 11% dari tahun lalu, konsisten dengan prospek adanya belanja investasi yang kuat (namun telah mengalami penurunan untuk 2 bulan berturut-turut). Pengeluaran untuk discretionary juga terus menguat seiring dengan penjualan mobil dan sepeda motor yang pertumbuhannya tercatat di atas 40% pada basis rata-rata 3 bulanan.
Walaupun perlambatan pertumbuhan dari lingkup eksternal, harga komoditas yang lebih rendah, dan juga tingkat suku bunga yang lebih tinggi merupakan hambatan bagi pertumbuhan ekonomi domestik, kami percaya pembelanjaan investasi akan membantu perekonomian Indonesia dalam mempertahankan momentum pertumbuhannya.
Pembelanjaan investasi tumbuh sebesar 13,4% pada kuartal ke 2, melanjutkan pertumbuhan pesatnya yang terus di atas dua digit, sejak semester kedua tahun lalu. Di luar Indonesia, permintaan global juga melemah, dengan Jepang dan Zona Eropa tercatat mengalami pertumbuhan yang negatif sepanjang kuartal kedua, sementara walaupun dapat bertahan pada teritori positif, Amerika Serikat diperkirakan akan melemah juga. Pada sisi positif, perlambatan global telah meringankan tekanan pada harga –harga di sektor energi, dan juga menggambarkan penurunan tekanan inflasi. Hal ini akan mengurangi tekanan pada Bank Indonesia untuk kembali menaikkan tingkat suku bunga dan mempertahankan kebijaksanaan moneternya yang longgar. Namun, para pembuat kebijakan harus memonitor Rupiah secara lebih hati-hati, dikarenakan surplus perdagangan Indonesia sepertinya akan menurun, dan juga fakta bahwa Dolar Amerika Serikat mungkin sudah mencapai dasarnya. Ke depannya, kami memperkirakan pasar saham akan terus mengalami volatilitas jangka pendek sampai dengan akhir tahun, dengan mempertimbangkan bahwa penurunan pasar di negara maju terus berlangsung dan harga-harga energi mencapai keseimbangan. Sektor komoditas mungkin akan terkoreksi kembali sebelum para spekulator pasar melihat valuasinya sudah menarik lagi. Harga batubara telah memisahkan diri dari harga minyak baru-baru ini dan jika hal ini terus bertahan, maka saham batubara akan meningkat secara signifikan. Walaupun sulit untuk tahun ini, kami berpikir positif untuk prakiraan tahun 2009, seiring inflasi domestik dan suku bunga yang telah memuncak dan kemungkinan memulihnya pertumbuhan global. Tahun depan dapat menjadi tahun yang bagus untuk saham-saham Indonesia, saat sector domestik dan batubara menunjukkan performa yang baik.
Sumber : Market Review & Outlook Reksadana ManulifeIndonesia
Equity Market Agustus 2008
Ridha, Senin, 13 Oktober 2008
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Comments :
Posting Komentar